Monday, September 28, 1998

BPPN tak Ingin Ulangi Kekeliruan

BPPN tak Ingin Ulangi Kekeliruan
KOMPAS - Senin, 28 Sep 1998 Halaman: 1 Penulis: MON Ukuran: 6064
BPPN TAK INGIN ULANGI KEKELIRUAN

Jakarta, Kompas
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tidak ingin
mengulangi kesalahan negara lain dalam mengamankan aset yang
diserahkan mantan pemilik bank beku operasi (BBO) dan bank take over
(BTO). BPPN tak tepat dibilang kejam, demikian pula soal dugaan tenaga
asing di BPPN tak realistis menilai aset.

Berikut jawaban Kepala BPPN Glenn MS Yusuf, yang disampaikan
via Corporate Secretary BPPN, R Christovita Wiloto, pekan lalu.

Tanya: Konon aset yang diserahkan sudah tak bernilai.

Jawab: Kita membuat binding agreement (kesepakatan mengikat).
Isinya antara lain, jika aset yang diserahkan tak mencukupi utangnya,
masih akan diminta lagi menambah dana yang kurang itu.
Terkesan pemerintah menghukum pemilik BBO dan BTO terlalu
kejam, khususnya dalam penentuan batas waktu pengembalian BLBI pada 21
September.

Pemerintah tidak menghukum. Fungsi BPPN adalah agar bantuan
likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dikembalikan -karena itu uang rakyat-
dan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK) diselesaikan.
Pengembalian BLBI dan BMPK dalam rangka memperbaiki sistem perbankan
sebagaimana digariskan IMF dengan Pemerintah Indonesia, yang
selanjutnya bertujuan memperbaiki sendi perekonomian yang sedang
krisis. Perbaikan perbankan dan perekonomian secepatnya justru
diperlukan untuk pemulihan kepercayaan domestik dan internasional pada
Indonesia.

Soal deadline 21 September, yang dikejar bukan hanya BLBI
tetapi juga BMPK. Dalam konteks BMPK, tak bisa dikatakan sebagai suatu
hal mendadak, karena sudah berlangsung cukup lama. Tahun 1995
pemerintah sudah mengingatkan agar pelanggaran BMPK diselesaikan Maret
1997. Apa itu mendadak?

BPPN juga tidak menuntut semua bank. Contohnya Bank PDFCI,
Bank Tiara, dan Bank Subentra, tidak dituntut karena tak ada unsur
BMPK. Lagi pula masalah BMPK merupakan tindak pidana karena melanggar
batas maksimum pemberian kredit, yang digariskan maksimum 20 persen
dari modal terhadap perusahaan yang berada dalam kelompok bank.

Mengapa mereka tetap diancam perdata dan pidana, meski
misalnya sudah menyelesaikan BLBI dan BMPK. Apa yang Anda inginkan,
uang kembali atau memenjarakan mereka?

Prinsipnya kita tidak ingin memenjarakan pemilik bank, hanya
ingin mengembalikan dana secepatnya, dan itulah misi mengapa BPPN
dibentuk. Masalahnya, apakah seorang yang tertangkap basah mencuri
barang orang lain, kasusnya selesai walau tertangkap sekaligus dengan
barangnya. Berkenaan dengan itu telah disusun format kerja sama BPPN
dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kepolisian,
kejaksaan. Soal hukum bukan wewenang BPPN. Ada sistem yang telah
disusun untuk itu. BPPN tidak menangani sisi hukum, tetapi pada sisi
pengembalian dana.

Mana mungkin mereka membayar tunai secepat itu?
Disadari mereka tak punya cash, karena itu diberi kelonggaran
membayar dalam bentuk aset. Tentu mereka menginginkan nilainya tinggi,
tetapi kita tidak bisa menerima begitu saja. Ibaratnya, kita tak bisa
terima kucing dalam karung. Kita harus lakukan penilaian yang fair
sesuai harga sekarang. Masalahnya, mereka bisa menerima atau tidak?
Kalau misalnya mereka menginginkan nilainya tinggi, kita minta mereka
menjualnya sendiri.

Untuk evaluasi aset telah di-bentuk Financial Section Action
Committee (FSAC/Komite Pelaksana Penyehatan Sektor Perbankan) yang
terdiri dari menteri ekonomi dan industri beserta Gubernur BI.
Evaluasi aset dari hari ke hari dilakukan BPPN. Terus nanti submitted
ke FSAC. Mengapa demikian? Karena yang kita terima adalah aset yang
harus dikelola secara hati-hati. Untuk kehati-hatian itu, telah
dibentuk pula Asset Management Unit (AMU), yang bertujuan menganalisis
nilainya. Tujuannya minimize cost.

Dalam pengelolaan aset akan dibuat contract management dengan
pemilik lama, karena kita tidak berpretensi bisa berbisnis. Mereka
kita mintakan moral obligation agar tidak meninggalkan begitu saja
aset itu. Penguasaan aset takkan selamanya dan direncanakan program
divestasi memakan proses lima tahun, sembari menunggu harga membaik.

Apa susahnya sih mengumumkan daftar aset?

Begitu selesai dievaluasi FSAC, akan diumumkan. Ada prosedur
yang harus kita hargai juga.
Berkembang isu ada pihak tertentu mengincar aset.
Kita juga mendengar itu, tetapi dalam prosesnya nanti
masyarakat akan bisa menilai sendiri karena prosesnya akan terbuka.

Ada tenaga asing yang dipakai mengevaluasi dan penilaiannya
dikritik tak realistis.

Tenaga yang dipakai untuk membantu evaluasi aset adalah Lehman
Brothers, JP Morgan, Bahana, dan Danareksa. Ada beberapa tenaga asing
disewa termasuk di bidang hukum. Kenapa kita pakai tenaga outsourcing,
karena tenaga BPPN masih 60 orang, dan krisis berlangsung begitu cepat
sehingga tidak memiliki kesempatan dalam learning process, sementara
ekonomi dikhawatirkan keburu tenggelam.

Lagi pula kita ingin tenaga asing yang memiliki exposure
internasional dan memiliki pengalaman di berbagai negara menangani hal
serupa. Kita tidak ingin mengulangi kegagalan Meksiko dan Thailand
dalam menjalankan tugas serupa (dua negara itu ditangani Salomon
Brothers-Red), dan juga Swedia. Dalam pemilihan tenaga asing, kita
lakukan beauty contest, dan kepada yang terpilih kita tegas-kan, ada
target Desember 1998 yang harus diselesaikan dalam restrukturisasi
aset.

Pihak asing yang diduga bertindak kejam dalam penilaian, tidak
benar. Kita tidak menilai aset properti nol. Tetapi ambil contoh,
apakah fair menilai asetnya berdasarkan harga beli mereka dulu,
sementara sekarang keadaan sangat lain. Kita mengerti harga tinggi,
tetapi kita ingin menilai sesuai pasar.

Pemilihan perusahaan lelang kok seperti mendadak?

Soal pelelangan, belum ada keputusan final, walau kita memang
sudah memanggil PT Balai Lelang Nusantara. (mon)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home