Wednesday, April 14, 1999

Kajian Ulang Bukan untuk Likuidasi

Kajian Ulang Bukan untuk Likuidasi
KOMPAS - Rabu, 14 Apr 1999 Halaman: 2 Penulis: CC/MON Ukuran: 2392
KAJIAN ULANG BUKAN UNTUK LIKUIDASI

Jakarta, Kompas
Kajian ulang yang dilakukan untuk meneliti sembilan bank yang
diputuskan ikut rekapitalisasi 13 maret 1999 lalu, semata-mata untuk
meneliti kebutuhan persis modal. Itu tidak ada kaitannya soal
likuidasi, tetapi sekadar mengukuhkan kepastian jumlah dana yang
dibutuhkan untuk rekapitalisasi. Demikian diutarakan Corporate
Secretary Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Christovita Wiloto,
kepada Kompas, Jakarta, Selasa (13/4).

Hal itu sekaligus menjawab kekhawatiran nasabah dari sembilan
bank tersebut-Bank Patriot, Bukopin, Bank Media, Bank Lippo, BII,
Prima Express, Niaga, Bali, dan Universal-yang mempertanyakan apa
maksud dari kajian ulang tersebut. "Tolong sampaikan, agar pejabat
otoritas moneter hati-hati memberikan pernyataan. Kita seringkali
dibuat kerepotan oleh pernyataan yang bernada tidak jelas," kata
bankir dari salah satu yang direkapitalisasi itu.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua BPPN Eko S Budianto, mengatakan
BPPN sedang menyiapkan sebuah bank untuk menampung utang-utang
debitor dari 38 bank terlikuidasi. Itu untuk mempermudah penyelesaian
utang para nasabah debitor dengan bank-bank terlikuidasi tersebut.
Dengan pembukaan sebuah rekening di sebuah bank, para debitor
dapat membayar utang di mana pun mereka berada. "Dalam minggu ini
kita akan memfinalisasi persiapannya, dengan melihat bank yang
network-nya on line secara nasional, seperti Bank Central Asia (BCA),
Bank Danamon, BankExim dan Bank Rakyat Indonesia (BRI)," katanya,
tanpa menjelaskan apa saja tiga bank yang dimaksud.

Eko menambahkan, para debitor tidak diharuskan langsung membayar
lunas kewajiban utang mereka, tetapi tetap memakai aturan main sesuai
ketentuan pada bank sebelumnya. "Para debitor itu juga tidak akan
dikenakan denda karena keterlambatan mereka mengurus pembayaran utang,
sebab masalah ini bukan menjadi kesalahan debitor," ujarnya.
Mengenai kredit macet beberapa perusahaan besar di bank-bank
pemerintah, selain Chandra Asri, tutur Eko, perusahaan Tirtamas Grup
termasuk di dalam perusahaan yang memiliki kredit macet sekitar
Rp 2.000 milyar di bank-bank BUMN itu.

Ia menambahkan, BPPN akan mempertimbangkan beberapa segi untuk
memutuskan apakah perusahaan dari debitor-debitor besar itu layak
dipertahankan. (cc/mon)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home