Monday, May 17, 1999

Pemegang Obligasi Bank Belum Dibayar

Pemegang Obligasi Bank Belum Dibayar
KOMPAS - Senin, 17 May 1999 Halaman: 2 Penulis: DIS Ukuran: 4759
PEMEGANG OBLIGASI BANK BELUM DIBAYARI

Jakarta, Kompas
Keputusan Presiden No 26 Tahun 1998 tentang penjaminan membayar
dana pihak ketiga pada bank-bank, dinilai sebagai janji kosong. Pasalnya,
sejumlah pemegang obligasi tidak dapat mencairkan maupun memperoleh bunga
dari obligasi yang dipegangnya. Permasalahan obligasi itu diperoleh Kompas
dari investor individual maupun investor lembaga, Sabtu (15/5), di Jakarta.
Sementara itu, Corporate Secretary Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN), Christovita Wiloto mengatakan, Bank Indonesia dan BPPN kini sedang
menyusun siapa-siapa saja pemegang obligasi di sejumlah bank yang diambil
alih dan dilikuidasi.

Hal itu dilakukan untuk meneliti apakah pemegang obligasi itu
tegolong sebagai pihak terafiliasi secara langsung atau tidak langsung
di bank. "Soal pembayaran obligasi itu ada skala prioritasnya, dengan
prioritas utama adalah pemegang obligasi bukan terafiliasi," kata
sumber di Departemen Keuangan.

Obligasi yang juga kemungkinan tidak dibayarkan adalah obligasi yang
dipegang oleh selain pihak terafiliasi, juga yang pembeliannya melalui
liku-liku untuk mengelabui kepemilikan asli, melalui berbagai lembaga
keuangan, yang juga dimiliki bank. Obligasi lain yang kemungkinan tidak
dibayar adalah yang unsur spekulasinya tinggi. Dengan kata lain, sudah
diketahui bahwa bank itu kemungkinan akan kesulitan membayarnya di
kemudian hari, tetapi tetap juga dibeli, terutama oleh pihak terafiliasi.

Menurut informasi yang diperoleh Kompas, obligasi yang tidak
bisa dicairkan antara lain Obligasi I Bank Modern. Sedangkan obligasi
yang dikeluarkan Bank Papan Sejahtera dan Bank Mashill tidak bisa
membayar bunga. Ketiga bank itu telah dilikuidasi.

Seorang investor individual pemegang Obligasi I Bank Modern
senilai Rp 3 milyar, Nathaniel Tanaya, mengeluhkan sikap pemerintah,
dalam hal ini BI dan BPPN yang tidak memperhatikan nasib investor. BI
sebagai pengawas bank, sementara BPPN sebagai pemilik bank yang sudah
dilikuidasi itu.

Nathaniel memegang Obligasi I yang dikeluarkan Bank Modern tahun
1995 dan jatuh tempo tahun 2000. Namun Bank Modern sebagai emiten
memberikan put-option kepada pemegang obligasi berupa hak untuk
mencairkan obligasi itu pada tahun ketiga, yaitu 25 Oktober 1998. Saat
ia hendak mencairkannya karena suku bunga bank saat itu lebih tinggi,
ternyata tidak bisa dibayar. Alasannya, Obligasi I Bank Modern yang
dikeluarkan dengan total nilai Rp 100 milyar itu dipegang oleh
sejumlah investor sehingga dianggap sebagai satu kesatuan kreditor.

Dengan Keppres 26 Tahun 1998 pemerintah menjamin pembayaran semua
kewajiban bank umum kepada para deposan dan kreditor, termasuk
kewajiban antarbank. Obligasi termasuk dana pihak ketiga pada bank
yang dijamin Keppres itu. "Ternyata Keppres itu hanya janji kosong,"
kata Nathaniel yang mengaku sudah menyurat kepada Presiden untuk
melaporkan hal ini.

Para pemegang Obligasi I Bank Modern terdiri atas investor
individu dan lembaga. Investor lembaganya antara lain Dana Pensiun
Bank Indonesia, Dana Pensiun Bank BNI, Dana Pensiun Kimia Farma, Dana
Pensiun Perkebunan, Bank Nagari, Bank Duta, BPD Nusatenggara Timur,
BPD Kalimantan Tengah, dan Dana Pensiun Perkebunan. Mereka itu
diperkirakan memegang Rp 45 milyar lebih dari nilai Rp 100 milyar
obligasi Bank Modern. Bank Nagari diketahui memegang sekitar Rp 13
milyar.

Investor lembaga dana pensiun tidak bisa berbuat banyak, karena
merupakan lembaga-lembaga yang bernaung di bawah BI. Sementara investor
lembaga lainnya, yaitu bank-bank, memiliki kepentingan dengan BI dan
BPPN sehingga tidak terlalu mempersoalkan masalah ini. Demikian pula
Bank BNI sebagai Wali Amanat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan
nasabah pemegang obligasi itu.

Macetnya pencairan obligasi itu, menurut Nathaniel Tanaya, terjadi
karena BPPN yang seharusnya melakukan pembayaran, dalam kasus ini juga
bertindak sebagai pemilik Bank Modern. Dengan beralihnya kepemilikan
Bank Modern kepada BPPN, otomatis BPPN lebih mementingkan dirinya
sebagai pemilik, sehingga enggan mengeluarkan dana untuk membayar
obligasi nasabah yang akan dicairkan. Dalam rapat umum pemegang
obligasi beberapa waktu lalu, BPPN secara tidak langsung "memveto"
keinginan investor yang hendak mencairkan obligasi, karena BPPN
menjadi mayoritas.

"Seharusnya Wali Amanat dalam hal ini Bank BNI juga bertanggung
jawab. Namun tahu sendirilah, BNI juga di bawah ketiak BPPN dan
pemerintah," ujar pengurus Dana Pensiun BI yang minta jati dirinya
tidak ditulis. Dana Pensiun BI memegang Obligasi I Bank Modern
senilai Rp 2 milyar. (dis)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home