Thursday, November 11, 1999

Soal BPPN Jadi Perseroan Terbatas: Lebih Banyak Ruginya

Soal BPPN Jadi Perseroan Terbatas: Lebih Banyak Ruginya
KOMPAS - Kamis, 11 Nov 1999 Halaman: 2 Penulis: GUN/FEY/ARN Ukuran: 5045
Soal BPPN Jadi Perseroan Terbatas
LEBIH BANYAK RUGINYA

Jakarta, Kompas
Menko Ekuin Kwik Kian Gie menilai akan lebih banyak ruginya, jika
status Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) diubah menjadi
Perseroan Terbatas.

"Untuk saat ini lebih banyak ruginya jika BPPN diubah menjadi
PT, karena yang dihadapi BPPN sekarang adalah debitor nakal,"
ujar Kwik, saat dimintai komentar mengenai usulan Ketua Independent
Review Committee (IRC) Mar'ie Muhammad, agar BPPN dijadikan PT saja.
"Saya belum bisa memberikan keputusan final karena itu urusan
Menkeu, tetapi karena masih dalam koordinasi saya, maka saya cenderung
mengkategorikan untung ruginya jika BPPN diubah menjadi PT," ujarnya,
usai bertemu Asisten Menkeu AS Ted Truman, di Jakarta, Rabu (10/11).
Keuntungan BPPN dijadikan PT, jelas Kwik, adalah seperti yang
disebutkan Mar'ie, yakni tidak akan ada intervensi, karena PT sifatnya
berdiri sendiri. Sedangkan kerugiannya, BPPN sebagai PT akan seperti
perusahaan swasta yang tidak mempunyai kewenangan untuk menindak
debitor nakal.

Dihadapkan pada debitor yang utangnya macet, Kwik menekankan
pentingnya BPPN diberi "kekuatan" dan menerapkan Peraturan Pemerintah
(PP) No 17 Tahun 1999 tentang BPPN. "BPPN harus diberi kekuatan,
karena yang dihadapi bukan orang jujur dan anak kecil. Setelah macet
dan merugikan negara begitu banyak, sebagian debitor masih banyak yang
membandel," ujar Kwik.

Perlu dikaji
Sementara itu, Kepala BPPN Glenn MS Yusuf melalui Agency Secretary
BPPN Christovita Wiloto berkomentar, usulan Mar'ie itu perlu dikaji
oleh Presiden, Menko Ekuin, Menkeu dan para menteri ekonomi lain,
dalam rangka meningkatkan independensi BPPN dan clean governance
(pemerintahan yang bersih).

Kajian ini perlu dilakukan, mengingat karena BPPN menjalankan
fungsi kepemerintahan, termasuk mengurus obligasi yang diterbitkan
pemerintah. "Selain itu, apakah fungsi-fungsi lain seperti
merestrukturisasi kredit, me-manage utang dan mengembalikan negara,
akan lebih pas ditangani sebuah lembaga berbentuk PT?" kata
Christovita.

Christovita sendiri berpendapat, fungsi penjualan dan penanganan
aset yang ditangani Aset Manajemen Investasi (AMI) BPPN, lebih cocok
ditangani lembaga berbentuk PT. "Hal itu memang sudah berjalan. Sejak
beberapa waktu lalu AMI sudah membentuk beberapa holding company guna
menangani aset BPPN," tambahnya.

Mengenai pengawasan BPPN yang ideal, Glenn lewat Christovita
menuturkan, bentuk pengawasan yang diinginkan BPPN adalah sebuah
dewan pengawas yang bertindak seperti dewan komisaris pada sebuah
perusahaan.

"Dewan komisaris di suatu perusahaan bertugas mengawasi perusahaan
dan dewan direksinya. Hal seperti itulah yang diperlukan BPPN, yakni
sebuah dewan komisaris yang mengawasi organisasi BPPN secara
keseluruhan serta Kepala BPPN dan para Wakil Kepala BPPN," ujarnya.

Tidak bisa
Ahli hukum perbankan Pradjoto, ekonom UI Faisal Basri dan ekonom
UGM Tony Prasetiantono yang dimintai komentarnya secara terpisah di
sela sebuah seminar di Surabaya, mengatakan, BPPN tidak bisa dijadikan
PT.

Tujuan pembentukan badan ini adalah untuk menyehatkan perbankan
nasional dalam rangka mengatasi krisis ekonomi. "BPPN itu lembaga ad
hoc yang usianya hanya lima tahun. Kalau dibikin PT, apa yang akan
terjadi jika usianya sudah mencapai lima tahun. Bisa terjadi likuidasi
lagi," kata Pradjoto.

Menurut Faisal, yang perlu dibenahi adalah independensi BPPN agar
bisa bekerja sesuai dengan misinya. Ia menilai, selama ini banyak
pihak yang mempunyai kepentingan tertentu, tidak merelakan BPPN
bekerja dengan baik.

Seperti Faisal, Tony menilai Kepala BPPN Glenn Yusuf telah bekerja
dengan baik, hanya saja kakinya diikat kuat sehingga hasil yang
diperoleh tidak sesuai harapan masyarakat.

Penyelesaian masalah di BPPN, kata Tony, tidak bisa diselesaikan
hanya dengan mengganti personelnya. "Jika yang dilakukan seperti itu,
akan mengganggu kerja BPPN yang telah berjalan. Yang harus dibenahi
adalah menghilangkan intervensi agar BPPN bisa bekerja maksimal.
Karena siapa pun yang duduk di situ jika tidak mempunyai independensi,
tidak akan berhasil," tegas Tony.

Intervensi yang dilakukan pihak-pihak tertentu, menurut Tony,
masih mungkin terjadi jika dilihat dari proses terbentuknya Kabinet
Persatuan Nasional, yang lebih didasarkan pada pembagian kekuasaan
ketimbang profesionalisme.

Dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, kata Tony lagi, BPPN bisa
mulai memilah-milah kredit macet dari bank-bank yang ikut
rekapitalisasi. Pemilahan ini dilakukan berdasarkan penyebab macetnya
kredit.

"Dengan pemilahan seperti ini, selain meringankan tugas BPPN, bank
juga bisa memberikan haircut (potongan bunga) kepada pengusaha tanpa
takut melanggar peraturan. Pengusaha pun sangat terbantu dan bisa
membayar kembali kewajibannya," kata Pradjoto. (gun/fey/arn)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home