Saturday, December 11, 1999

Konsorsium AS Terpilih sebagai Investor Astra

Konsorsium AS Terpilih sebagai Investor Astra
KOMPAS - Sabtu, 11 Dec 1999 Halaman: 3 Penulis: PPG/TAT Ukuran: 6044
KONSORSIUM AS TERPILIH SEBAGAI INVESTOR ASTRA

Jakarta, Kompas
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah menandatangani
kesepakatan dengan sebuah kelompok investor yang dipimpin oleh Gilbert
Global Equity Partners (GGEP) dan Newbridge Capital untuk membeli
hingga 40 persen saham BPPN di PT Astra International (AI) Tbk.
Siaran pers BPPN di Jakarta, Jumat (10/12), menyebutkan, dalam
kesepakatan yang ditandatangai hari Kamis itu disebutkan, GGEP dan
Newbridge memiliki hak penawaran pertama untuk membeli 40 persen saham
BPPN yang ditempatkan secara langsung atau tidak langsung di PT AI.

Surat kesepakatan itu didasarkan pada harga penawaran minimum Rp
3.750 per saham Astra. Harga minimum itu menunjukkan premi 20 persen
atas harga rata-rata penutupan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
selama tiga bulan terakhir.

Kelompok investor GGEP dan Newbridge, menurut Agency
Communications BPPN Christovita Wiloto, dipilih karena telah
menunjukkan kredibilitas finansial dan komitmen untuk membeli porsi
saham BPPN di Astra serta komitmen yang kuat terhadap Indonesia dan
pembangunan ekonomi Indonesia melalui investasi di Indonesia.
Surat kesepakatan itu, menurut Christovita, masih harus melalui
proses tahapan selanjutnya seperti due diligence dan penyesuaian
dengan peraturan perundangan bursa, sehingga ketentuan-ketentuan
transaksinya masih harus disempurnakan selambat-lambatnya awal
Februari 2000.

Ketentuan surat kesepakatan itu mencakup masa penawaran terbuka
sekurang-kurangnya selama 28 hari. BPPN akan menghubungi masing-masing
investor yang berminat dan mengundang mereka untuk mengikuti proses
penawaran terbuka sekitar 17 Januari 2000.

Transaksi senilai lebih dari 510 juta dollar itu sendiri dinilai
sebagai investasi asing terbesar yang akan masuk di Indonesia, sejak
krisis ekonomi melanda Indonesia pertengahan tahun 1997.

Wakil Kepala BPPN Cacuk Sudarijanto dan kalangan investor asing
menilai, suksesnya transaksi ini bakal menjadi kunci untuk bisa
menarik investor baru untuk aset-aset BPPN lainnya. Kendati demikian,
sekarang ini masih belum jelas apakah transaksi itu bisa
direalisasikan, mengingat sampai sekarang manajemen PT AI masih terus
menolak munculnya single controlling shareholder di PT AI.

Direktur PT AI Rudyanto Hardjanto dalam jumpa pers menambahkan,
meskipun tidak menolak siapa pun, jika diberi kesempatan memberikan
saran, ia menyarankan sebaiknya saham yang berada di tangan BPPN
dijual kepada sejumlah besar investor. "Langkah ini selain demi
pemerataan, juga agar kepemilikan semakin luas, sehingga kontrol akan
dilakukan suatu komunitas pemilik saham yang lebih beragam," tegasnya.

Tidak diketahui persis berapa besar dana yang akan diperoleh BPPN
dari penjualan saham PT AI yang kini berada di tangannya. Namun
gagalnya direalisasikan transaksi ini, jelas akan mengancam target
penerimaan BPPN yang direncanakan sebesar Rp 17 trilyun pada tahun
anggaran 1999/2000, sebagai bagian dari pembiayaan program
rekapitalisasi perbankan yang mencapai Rp 500 trilyun. Sejauh ini,
dari target tersebut baru tercapai sekitar Rp 9 trilyun.

Tak menolak
Sehari sebelumnya, dalam jumpa pers, Presiden Direktur PT AI, Rini
MS Soewandi yang didampingi sejumlah direktur mengatakan, PT AI siap
menerima investor baru, baik yang masuk melalui rencana penjualan
saham baru (25 persen) dalam waktu dekat, maupun melalui saham yang
digadaikan para pemegang sahamnya pada BPPN. Termasuk di dalamnya,
keluarga pendiri Astra, William Suryadjaya. Berkaitan dengan rencana
penjualan saham yang digadaikan di BPPN, pihak PT AI juga menyatakan
tidak menolak setiap permintaan due diligence asalkan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang ada.

"Kami sedikit pun tidak menolak siapa pun yang hendak membeli
saham Astra melalui saham yang akan dijual BPPN dalam upaya
mendapatkan dana segar demi kepentingan negara," ujar Rini. Ini
sekaligus membantah pemberitaan di media massa, bahwa pihak manajemen
PT AI menolak masuknya mitra strategis tertentu yang berniat membeli
saham PT AI yang akan dijual BPPN.

Ditegaskan, PT AI tidak pernah menolak siapa pun yang hendak
membeli saham yang digadaikan pemiliknya pada BPPN. Hanya saja, PT AI
selama ini menolak permintaan due diligence dari sejumlah peminat
saham yang hendak dijual BPPN itu karena secara resmi saham yang
dikuasai BPPN itu hanya 0,21 persen.

Dengan kepemilikan saham sebesar itu, BPPN tidak tercatat resmi
sebagai pemilik saham yang bisa memperoleh "informasi orang dalam"
karena berdasarkan ketentuan, untuk bisa memperoleh "informasi orang
dalam" seseorang atau suatu pihak harus memiliki saham minimal 20
persen.

Posisi kepemilikan saham PT AI per 18 November 1999 menurut PT AI
dan BPPN adalah publik 35,85 persen, PT Holdiko Perkasa (Grup Salim)
19,75 persen, PT Nusamba (Bob Hasan) 9,43 persen, PT Gentela
Sanggrahan (Usman Admadjaja) 8,73 persen, Norbax Inc (konsorsium
investor swasta) 8,25 persen, Toyota Motor Corp 7,79 persen, PT Delta
Mustika (Prajogo Pangestu) 4,75 persen, PT Indo Artsa Boga (Grup
Salim) 3,14 persen, dan International Finance Corp 2,31 persen.
Sebagian besar dari saham PT AI yang dipegang PT Holdiko Perkasa,
PT Nusamba, PT Gentela Sanggrahan, PT Delta Mustika dan PT Indo Artsa
Boga itu telah digadaikan oleh pemiliknya ke BPPN.

Seperti dijelaskan Direktur Keuangan PT AI, Dorys Herlambang,
keseluruhan saham PT AI yang digadaikan pada BPPN memang mencapai
sekitar 38 persen dari seluruh saham yang ada. Akan tetapi, jumlah
ini bukan yang tercatat resmi di Bapepam sebagaimana layaknya semua
perusahaan publik.

"Karena itu, permintaan BPPN untuk memperoleh informasi orang
dalam melalui due diligence tidak sesuai dengan ketentuan. Tetapi
penyelesaian masalah ini sudah dilakukan dalam dua bulan ini dan
mendekati penyelesaian," ujar Dorys. (ppg/tat/AWSJ)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home