Thursday, September 24, 1998

Untuk Mengelola Aset BPPN akan Membentuk "Holding Company"

Untuk Mengelola Aset BPPN akan Membentuk "Holding Company"
KOMPAS - Kamis, 24 Sep 1998 Halaman: 1 Penulis: MON Ukuran: 5095

Untuk Mengelola Aset BPPN AKAN MEMBENTUK "HOLDING COMPANY"
Jakarta, Kompas
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam waktu dekat akan
membentuk semacam holding companyuntuk mengelola aset-aset perusahaan
yang diserahkan Grup Salim dan Grup Gajah Tunggal. Pemerintah juga
akan meminta tanggung jawab moral pemilik lama untuk membimbing
manajemen perusahaan, agar perusahaan tetap berjalan lancar seperti
biasa.
Demikian Corporate Secretary BPPN R Christovita Wiloto menyambung
pernyataan Kepala BPPN Glenn MS Yusuf, atas sejumlah pertanyaan yang
diajukan Kompasdi Jakarta, Rabu (23/9).
"Hal yang perlu digarisbawahi adalah, pemerintah tetap
menginginkan perusahaan-perusahaan yang diserahkan itu tetap berjalan
seperti biasanya," katanya. "Karena itulah pemerintah akan mendirikan
holding company, agar pengelolaan atas perusahaan itu terjamin
kelangsungannya."
Holding companyterjemahan bakunya adalah perusahaan yang
mengurus/memegang/menyimpan saham-saham sejumlah perusahaan. Di dalam
holding campanyitu, kata Christovita, akan ditempatkan para tenaga
profesional yang bisa dipercaya menjalankan perusahaan. Holding
companytersebut ditempatkan di bawah struktur asset management unit
(AMU) yang merupakan organ dari BPPN.
Untuk sementara ini aset yang akan dikelola perusahaan itu masih
terbatas pada aset dari pemilik dua bank, Bank Central Asia (BCA) dan
Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) karena baru mereka yang memenuhi
semua persyaratan pembayaran bantuan likuiditas BI (BLBI) dan kasus
pelanggaran batas maksimal pemberian kredit (BMPK). Jumlah perusahaan
dari pemilik dua bank itu adalah 102 untuk Salim Grup dan 24 untuk
Gajah Tunggal Grup.
Dipertahankan
Demi menjaga kelancaran roda usaha, menurut Christovita,
pemerintah juga akan meminta pemilik lama menunjukkan moral
obligationuntuk ikut mengelola perusahaan tersebut.
"Jadi yang terjadi hanyalah sekadar pergantian kepemilikan saham,
sementara pengelolaan akan tetap menggunakan tenaga-tenaga manajemen
lama di perusahaan itu. Kami tidak bisa berpura-pura bisa dan tahu
menjalankan perusahaan. Kami mempertahankan tenaga eksekutif
perusahaan dan bimbingan pemilik lama, agar perusahaan bisa berjalan
seperti biasa," katanya.
Dia juga menjawab kekhawatiran banyak kalangan, apakah BPPN akan
transparan dalam menjual atau melakukan divestasi atas saham-saham
perusahaan itu di kemudian hari. "Transparansi sudah pasti dijalankan.
Masyarakat diberi akses untuk mengetahui proses penjualan saham-saham
perusahaan di kemudian hari. Tidak akan ada pembeli tunggal dan
pelaksanaan penjualan yang tertutup atas sejumlah perusahaan itu.
Semuanya akan terbuka. Dan kesempatan pertama tetap diberikan pada
peminat dari dalam negeri," katanya.
Menurut Christovita, proses divestasi itu akan memakan waktu,
kurang lebih lima tahun. Mengapa demikian? "Karena mustahil menjual
aset-aset sekarang ini pada tingkat harga yang wajar. Kami menghindari
penjualan aset yang berharga rendah karena itu tunggu momentum
perbaikan harga. Tujuannya kita menjaga agar nilai aset itu tidak
merosot jauh dari harga ketika perekonomian normal," katanya.
Dikatakan, dalam waktu dekat pemerintah juga akan mengumumkan
rincian aset-aset yang diserahkan itu untuk memuasi rasa keingintahuan
masyarakat. Hal itu diumumkan setelah Komite Aksi Sektor Keuangan
(Financial Sector Action Committee/FSAC) yang dikoordinir Menkeu,
mengevaluasi nilai aset yang diserahkan tersebut. Anggota FSAC itu
antara lain Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita, Menko Wasbang/ PAN
Hartarto, Gubernur BI Syahril Sabirin. "Tetapi karena sekarang
Menko Ekuin sedang bersidang di Paris, maka pengumuman rincian
aset akan dilakukan setelah semua unsur FSAC berkumpul," katanya.
Dia juga menjawab pernyataan, bahwa kini telah muncul dugaan di
masyarakat tentang niat pemerintah "menyapu" para konglomerat yang
berkembang selama rezim Soeharto. "Kami dari BPPN sama sekali tidak
mempunyai minat itu, kecuali tetap menjaga aset dan perusahaan
berjalan lancar."
Namun dia menambahkan, adanya ancaman perdata (untuk kasus BLBI)
dan pidana (untuk kasus BMPK) tidak lain disebabkan, proses
pelanggaran seperti BMPK telah terjadi sejak lama. (mon)

BLBI yang Nilai aset
diterima diserahkan
BBO Rp 57 trilyun Rp 88 trilyun
(tunai Rp 1 trilyun)
BTO Rp 70 trilyun Rp 89 trilyun
(tunai Rp 100 milyar)

Sumber: Kejaksaan Agung.
Sebagian Aset yang Diserahkan

Grup Salim
1. PT Astra International (otomotif)
2. PT Indofood (mie)
3. PT Indocement Tunggal Prakarsa (semen)
4. PT Indomobil Sukses Makmur (otomotif)

Grup Gajah Tunggal
1. PT Dipasena Citra Darmaja (udang)
2. PT Gajah Tunggal Tbk (ban)
3. PT GT Petrochem Industries (petrokimia)

Sumber: AWSJ mengutip data BPPN