Tuesday, February 23, 1999

Likuidasi Perbankan Dibahas Intensif, Rekening dan Nasib Pekerja Bank

Likuidasi Perbankan Dibahas Intensif, Rekening dan Nasib Pekerja Bank
KOMPAS - Selasa, 23 Feb 1999 Halaman: 1 Penulis: LL/GUN/MON/EE Ukuran: 5780
Likuidasi Perbankan
DIBAHAS INTENSIF, REKENING DAN NASIB PEKERJA BANK

Jakarta, Kompas
Hari-hari terakhir menjelang pengumuman likuidasi bank, Bank
Indonesia, Departemen Keuangan termasuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional, terus melakukan rapat intensif soal pengalihan rekening
nasabah dan pengamanan pekerja bank. Rapat tersebut terkadang
berlangsung sampai pukul 02.00 dini hari.

Direktur Bank Indonesia, Subarjo Joyosumarto, Minggu (21/2) malam
menambahkan, pertemuan tiga instansi itu termasuk melibatkan bank-bank
yang akan menjadi tempat pengalihan rekening nasabah dari bank yang
dilikuidasi. Kendati ia tetap tidak bersedia menyebutkan nama-nama
bank yang terkena likuidasi, namun dipastikan BCA, Bank Danamon dan
bank-bank pemerintah akan berperan sebagai tempat pengalihan rekening
nasabah.

Subarjo mengingatkan sekali lagi bahwa di dalam likuidasi yang
akan diumumkan 27 Februari mendatang, tak ada pembatasan maksimum dana
yang boleh diambil nasabah. "Nasabah dari bank yang akan dilikuidasi,
bebas mengambil berapa saja dananya dan kapan saja di bank yang
menjadi tempat pengalihan rekening itu," katanya.

Hal itu ditegaskan, sehubungan kekhawatiran sejumlah nasabah
tentang akan adanya kemungkinan pembatasan jumlah dana yang boleh
diambil. Hal itu merunut pada pengalaman likuidasi di masa lalu,
yang antara lain, dana deposan di atas Rp 75 juta tidak boleh
diambil selama dua tahun. "Sekarang tidak ada lagi pembatasan
jumlah maksimum dana yang bisa diambil," kata Subarjo.

Mengenai pengamanan pekerja-khususnya masalah pesangon-Subarjo
mengatakan, pemerintah minimal akan memenuhi jumlah pesangon sesuai
dengan peraturan Mennaker. "Berapa besarnya belum ditentukan. Akan
tetapi yang jelas, kita tidak ingin mengecewakan pekerja serta tidak
melanggar hukum soal hak pekerja," katanya.

Sementara itu hari Senin, Corporate Secretary BPPN, Christovita
Wiloto, mengatakan, BPPN kini sedang menyusun aspek hukum soal
pekerja bank yang akan dilikuidasi. "Kita kini sedang menyusun skema
pembayaran pesangon, yang belum bisa saya utarakan hasilnya karena
pembahasannya sedang berlangsung secara intensif."

Namun, kata Christovita, pemerintah berusaha semaksimal mungkin
menyerap aspirasi yang berkembang di kalangan para pekerja bank, yang
mungkin akan menjadi korban PHK akibat likuidasi. Sementara perkiraan
Mennaker Fahmi Idris, menyebutkan, jumlah pekerja bank yang akan
terkena PHK sekitar 25.000 orang.

Harus lebih besar
Di tempat terpisah, Federasi Organisasi Pekerja Keuangan dan
Perbankan Indonesia (Fokuba) menandaskan, pesangon untuk karyawan
bank terlikuidasi harus lebih besar dari ketentuan seperti yang
diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) No 3 tahun 1996.

Dalam Permen itu disebutkan, karyawan yang terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) berhak menerima pesangon minimal dua kali
Peraturan Menteri Tenaga Kerja. Pekerja juga harus diajak berunding
untuk menentukan pesangon yang akan diterima nantinya.

Penegasan itu disampaikan Ketua Umum Fokuba, Kodjari Darmo, usai
pertemuan Fokuba dengan Mennaker Fahmi Idris di Depnaker. Di hadapan
Mennaker, Kodjari menyatakan, Fokuba sebagai salah satu organisasi
serikat pekerja sangat peduli pada nasib karyawan bank yang bakal
terkena PHK akibat likuidasi bank. "Bagi karyawan yang ter-PHK akibat
bank dilikuidasi agar bisa dipekerjakan kembali mengingat mereka
adalah pekerja terampil. Agar ada program-program yang jelas untuk
memberdayakan mereka, semacam job replacement," ujar Kodjari.

Menurut Kodjari, pihaknya juga berusaha memperjuangkan kepentingan
dan hak pekerja (bank). Karena itu, mereka ingin diikutsertakan dalam
lembaga kerja sama tripartit (antara pekerja, pemerintah, dan
pengusaha) mengingat selama ini pihak karyawan selalu menjadi korban,
padahal apa yang terjadi adalah akibat ulah pengusaha.

Karena itu, Kodjari mengimbau, keputusan pemerintah harus
proporsional dan tidak ada pilih kasih. Artinya, keputusan likuidasi
diambil karena memang tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh. Pada
prinsipnya Fokuba akan mendukung setiap kebijakan pemerintah dalam
rangka menyehatkan perbankan nasional selama kebijakan tersebut
tetap sejalan dan mengakomodasi kepentingan manusia pekerja.

"Kalau memang tahap akhir bank itu harus dilikuidasi, ya
monggo-monggo saja. Akan tetapi sekarang yang menjadi masalah 'kan
pengaturan pesangon terhadap karyawan yang akan di PHK belum jelas,"
tandasnya. Ketetapan minimal jumlah pesangon sebanyak dua kali
Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK) seperti yang tercantum dalam
Peraturan Menteri No 3 Tahun 1996 tidak dapat diterapkan, karena
bukan untuk mereka yang ter-PHK akibat likuidasi bank.

"Fokuba mengharapkan dialog masalah pesangon harus jelas, jangan
ada unsur paksaan atau putusan sepihak. Harus ada negosiasi antara
unsur pekerja dengan manajemen. Itu yang baik. Itu yang belum diatur
jelas, meski ada Permen No 3 Tahun 1996, tetapi itu bukan masalah PHK
likuidasi. Ini yang kita khawatirkan, jangan-jangan kita di PHK tanpa
mendapat pesangon," katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, Fokuba menganjurkan agar para
anggotanya membicarakan hal itu secara tripartit. Dalam hal ini,
Fokuba telah memberikan ancar-ancar berapa nantinya pesangon yang
pantas diterima karyawan. "Kita berikan rumusan-rumusan yang kira-kira
masuk akal dan rasional bisa diterima oleh pihak karyawan maupun
manajemen. Ini tidak bisa saya sebutkan, karena rumusannya cukup
rumit. Namun yang jelas, kuncinya harus di atas minimal (dua kali
PMTK) dan memperhatikan masa kerja, upah, dan lainnya.
(ll/gun/mon/ee)