Thursday, June 03, 1999

Debitor yang Dipanggil, Dibagi Empat Kelompok

Debitor yang Dipanggil, Dibagi Empat Kelompok
KOMPAS - Kamis, 03 Jun 1999 Halaman: 2 Penulis: MON Ukuran: 3311
DEBITOR YANG DIPANGGIL, DIBAGI EMPAT KELOMPOK

Jakarta, Kompas
Debitor yang diundang secara umum akan dikelompokkan ke empat
kategori. Pengelompokan itu relatif berlaku umum meski yang
membentuknya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dari
pengelompokan itu, penanganan terhadap debitor kemudian akan
ditentukan. Itu mulai dari penjadwalan utang debitor hingga
pengenaan sanksi hukum.

Menurut Corporate Secretary BPPN Christovita Wiloto, di
Jakarta, Rabu (2/6), kategori itu sudah dirancang dan sudah
dipublikasikan. Kategori itu adalah kategori A, debitor yang
kooperatif dan bisnisnya prospektif. Kategori B, debitor kooperatif
namun bisnisnya mungkin tidak prospektif. Kategori C, debitor tidak
kooperatif namun bisnisnya punya prospektif. Kategori D, debitor
tidak kooperatif dan bisnisnya tidak prospektif.

Hal itu berlaku umum terhadap ribuan debitor, baik yang
diundang BPPN dan 24 bank lain. Terhadap debitor itu, selain dibagi
empat kelompok, perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu
perusahaan induk akan disatukan juga.

"Dengan pengelompokan itu, dari sekitar 1.700 debitor yang
diundang BPPN, akan tinggal 200 debitor saja," katanya. Sebagian,
terutama debitor yang kooperatif dan bisnisnya prospektif, akan
diperpanjang jangka waktu jatuh tempo kredit. "Juga akan ada yang
mendapatkan pengecualian pembayaran bunga kredit untuk sementara
waktu."

Jenis restrukturisasi utang lainnya mungkin akan berbentuk
pengalihan utang menjadi saham (debt to equity swap), pengalihan utang
menjadi aset (debt to assets swap). Tindakan lainnya adalah pencarian
investor untuk penyuntikan modal atau memaksakan pemilik menambah
modal.

Tindakan lain, kata Christovita, kemungkinan juga akan
diterbitkan obligasi untuk disuntikkan ke nasabah, yang bisa juga
diubah menjadi saham. "Intinya, akan banyak jenis restrukturisasi
yang akan dilakukan seperti anjak piutang (factoring), assets back
securitisation. Sementara untuk debitor yang meski sejumlah langkah
yang ditempuh, namun tidak menghasilkan apa-apa, akan diambil sanksi
hukum.

"Memang ada pertanyaan dari bank-bank, bagaimana kita bisa
menyelesaikan kasus debitor yang sedemikian banyak. Menjawab itu,
kita mengaku bahwa BPPN bukanlah segala-galanya, mengingat persoalan
sedemikian banyak dan besar. Akan tetapi setidaknya, serangkaian
konsep sudah disusun, sehingga persoalan bisa beranjak lebih maju,"
katanya.

Senada dengan itu, pengamat perbankan Rijanto Sastroatmodjo-yang
kini juga terlibat dalam penanganan restrukturisasi seorang debitor
bernilai Rp 80 milyar-turut merasakan betapa penatnya berhadapan
dengan birokrasi pemerintah.

"Mungkin ada saja nasabah yang bermoral aji mumpung. Penanganan
utangnya sengaja diulur-ulur, hingga ada tindakan atau undangan dari
BPPN atau bank pemerintah serta bank swasta. Namun demikian, juga
tidak sedikit nasabah yang bersedia melakukan negosiasi. Akan tetapi,
ya ampun, kok menemui yang namanya aparat pemerintah sulitnya
setengah mati. Dari kasus itu, terkadang debitor berkeinginan
kasusnya ditangani saja bank yang menjadi sumber pendanaannya,
karena birokrasinya begitu berbelit dan sulit mengadakan
appointment untuk pertemuan," kata Rijanto. (mon)